penanaman nilai-nilai agama islam

  PENANAMAN NILAI-NILAI AGAMA ISLAM

1.                  Pengertian Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam
Penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya proses, cara, perbuatan menanam, menanami atau menanamkan (Depdiknas KBBI,2008: 1392)
Nilai adalah kadar, mutu, sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (W.J.S Poerwadarminta,1982: 677). Nilai dalam pandangan Zakiyah Daradjat (1984:260) adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, maupun perilaku.
Nilai adalah tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupan (Said Agil Al-Munawar,2005: 4).
 Menurut Raths, Harmin dan Simon sebagaimana dikutip oleh Kamrani buseri (2003: 71), mengatakan bahwa nilai merupakan hasil proses pengalaman, yang mana seseorang mempunyai rasa kekaguman, pilihan sendiri, dan mengintegrasikan pilihannya ke dalam pola kehidupannya sehingga nilai akan tumbuh dan berkembang dalam kehidupannya.
Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, budaya yang dapat menunjang kesatuan bangsa yang harus kita lestarikan (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,2011: 356). Nilai tidak terletak pada barang atau peristiwa, tetapi manusia memasukkan nilai kedalamnya jadi barang mengandung nilai, karena subjek yang tahu dan menghargai nilai itu (Khoiron Rosyadi,2004: 11).
Penanaman nilai-nilai agama Islam adalah meletakkan dasar-dasar keimanan, kepribadian, budi pekerti yang terpuji dan kebiasaan ibadah yang sesuai kemampuan anak sehingga menjadi motivasi bagi anak untuk bertingkah laku (http://massofa.wordpress.com)
Penanaman nilai-nilai agama Islam yang penulis maksud di sini adalah suatu tindakan atau cara untuk menanamkan pengetahuan yang berharga berupa nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang belandaskan pada wahyu Allah SWT dengan tujuan agar anak mampu mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar dengan kesadaran tanpa paksaan.
2.                  Tujuan Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam
Tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu kegiatan atau usaha. Suatu kegiatan akan berakhir, bila tujuannya sudah tercapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus sampai pada tujuan akhir (Zakiah Dardjat dkk,1996: 72).
Begitu pula dengan penanaman nilai-nilai agama Islam juga harus mempunyai tujuan yang merupakan suatu faktor yang harus ada dalam setiap aktifitas. Secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, penghayatan, dan pengamalan peserta tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlakul mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Muhaimin, 2008: 78).
Dari tujuan tersebut di atas dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pendidikan agama Islam, yaitu:
a.       Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam
b.      Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.
c.       Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yangg dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam.
d.      Dimensi pengalamannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasikan oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT (Muhaimin, 2008:  78).
Secara khusus tujuan penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak usia dini adalah sebagai berikut:
a.       Meletakkan dasar keimanan
b.      Meletakkan dasar-dasar kepribadian/budi pekerti yang terpuji
c.       Meletakkan kebiasaan beribadah sesuai dengan kemampuan anak.
Memperhatikan tujuan khusus penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak guru melihat dan mempertimbangkan aspek usia, aspek fisik dan aspek psikis anak Karena pada usia 4-6 tahun aspek fisik dan psikis anak taman kanak-kanak terlihat seiring dengan perkembangan usia anak (Otib Sabiti Hidayat, 2011: 8.4).
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwasannya tujuan penanaman nilai-nilai agama Islam yaitu memberikan bekal bagi anak berupa ajaran-ajaran Islam sebagai pedoman dalam hidupnya. Dengan harapan potensi yang dimilikinya dapat berkembang dan terbina dengan sempurna sehingga kelak anak akan memilki kualitas fondasi agama  yang kokoh.



3.                  Materi Penanaman Nilai-Nilai Agama Islam
Muatan materi pembelajaran dalam proses penanaman nilai-nilai agama Islam bagi anak usia dini seyogyanya bersifat sebagai berikut:
a.       Aplikatif
Sifat yang pertama ini memiliki makna bahwa yang harus anak dapatkan saat mereka mengikuti proses pembelajaran. Materi pembelajaran bersifat terapan yang berkaitan dengan kegiatan rutin anak sehari-hari yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan aktivitas anak, serta yang dapat dilakukan anak dalam kehidupannya.
b.      Enjoyable
Topik kegiatan inti dari pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak salah satunya adalah memberikan kesempatan untuk bermain dan belajar tentang kehidupan yang religius. Oleh karenanya sifat materi yang harus disiapkan atau  yang dipilih oleh guru diupayakan mampu membuat suasana yang menyenangkan bagi anak, membuat anak bahagia, dan menjadikan anak  mau mengikuti dengan antusias materi yang diajarkan oleh guru.
c.       Mudah ditiru
Materi yang disajikan dapat  dipraktekkan sesuai dengan kemampuan fisik dan karakteristik lahiriyah anak. Sehingga kualitasdan kuantitas materi pembelajaran nilai-nilai agama Islam harus menjadi salah satu pertimbangan para guru dan orang tua, karena kurangnya pertimbangan terhadap hal tersebut, akan mengakibatkan munculnya pembelajaran yang sia-sia atau kurang bermakna bagi anak itu sendiri (Otib Sabiti Hidayat, 2011: 8.31).
Materi penanaman nilai-nilai agama Islam yang harus diajarkan sedini mungkin pada anak antara lain:
a.       Nilai Keimanan
Pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan, rukun Islam dan dasar-dasar syariat semenjak anak sudah mengerti dan memahami. Yang dimaksud dengan dasar-dasar keimanan adalah segala sesuatu yang ditetapkan melalui pemberitaan yang benar akan hakikat keimanan dan perkara ghaib seperti iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab,semua Rasul dan pertanyaan dua malaikat, azab kubur, kebangkitan, hisab, surga dan neraka.
Sedangkan yang dimaksud dengan rukun Islam adalah semua peribadatan anggota dan harta, seperti shalat, puasa, zakat, haji bagi yang melaksanakan. Adapun maksud dari dasar-dasar syariat adalah setiap perkara yang bisa mengantarkan kepada jalan Allah, ajaran-ajaran Islam baik akidah, akhlak, hukum, aturan-aturan dan ketetapan-ketetapan.
Ruang lingkup materi keimanan meliputi rukun iman yang enam yaitu:
1)      Iman kepada Allah yang meliputi empat hal
·         Bahwa Allah itu ada tanpa sesuatu lain yang mengadakannya
·         Dia adalah Rabb (pemilhara seluruh alam)
·         Dialah pemilik alam semesta yang memiliki wewenang mutlak untuk mengaturnya
·         Dia adalah satu-satunya Tuhan yang harus diibadahi, tidak ada yang diibadahi selainnya
Hal ini dilakukan dengan mengenalkan pada anak tentang Allah SWT, Tuhan yang maha tunggal dan maha berkuasa atas segala-galanya. Karena anak mulai mengenal Tuhan seperti yang dijelaskan oleh Dzakiyah Daradjat sebagai berikut:
“Anak-anak mulai mengenal Tuhan melalui bahasa.dari kata-kata orang tua yang berada di dalam lingkungan yang pada permulaan diterimanya secara acuh tak acuh saja. Akan tetapi setelah melihat orang-orang dewasa yang menunjukkan rasa kagum dan takut terhadap sesuatu yang ghaib yang tidak dapat dilihatnya itu, mungkin ia akan ikut membaca dan mengulang kata-kata yang diucapkan oleh orang tuanya, lambat laun tanpa disadarinya akan masuklah pemikiran tentang Tuhan dalam pembinaan kepribadiannya dan menjadi objek pengalaman agamis”(Zakiyah Dardjat,1990: 35-36)
2)      Beriman kepada Malaikat
Para malaikat adalah utusan Allah kepada para Rasul, sedangkan Rasul adalah utuan Allah kepada seluruh umat manusia. Adanya malaikat telah disebutkan dalam al-Qur’andan barang siapa mengingkari sesuatu yang telah diberikan oleh al-Qur’an mengenai mereka maka ia telah kafir.
3)      Beriman kepada Rasul
Rasul adalah manusia yang memiliki keistimewaan dengan wahyu berupa syariat serta diperintahkan untuk menyampaikan kepada umatnya. Dalam al-Qur’an Allah telah menjelaskan bahwa untuk masing-masing umati ada Rasul yang diutus oleh Allah kepada masing-masing umat. Hal ini disebutkan dalam surat yunus ayat 47 yang berbunyi:
Èe@à6Ï9ur 7p¨Bé& ×Aqߧ ( #sŒÎ*sù uä!$y_ óOßgä9qßu zÓÅÓè% OßgoY÷t/ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ öNèdur Ÿw tbqßJn=ôàムÇÍÐÈ  
Artinya:”tiap-tiap umat mempunyai rasul, maka apabila telah datang Rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya.
4)      Beriman kepada kitab-kitab Allah
Kita beriman kepada kitab-kitab Allah yaitu kitab-kitab yang pernah diturunkan oleh Allah kepada utusannya.
5)      Beriman kepada hari kiamat
Beriman kepada hati kiamat berarti percaya dan yakin akan datang suatu masa berakhirnya semua kehidupan di dunia ini.
6)      Beriman kepada qadha dan qadar
Yang dimaksud dengan qadar adalah sunah-sunah (ketentuan, ketetapan,hukum)yang telah digariskan oleh Allah swt atas jagad raya ini, serta merupakan nizham (system) yang dijalankan, dan hukum-hukum alam yang diberlakukan sedangkan qadha yaitu pelaksanaan dari apa yang telah digariskan oleh Allah swt (Syaikh Ali Thanthawi, 2004: 33-133)



b.      Nilai Ibadah
Pendidikan ibadah bagi anak-anak lebih baik apabila diberikan lebih mendalam karena materi pendidikan ibadah secra menyeluruh termaktub dalam fiqh Islam. Fiqih Islam tidak hanya membicarakan tentang hukum dan tata cara shalat saja melainkan juga membahas tentang pengamalan dan pola pembiasaan seperti zakat, puasa, haji, tata cara ekonomi Islam, hukum waris, munakahat, tata hukum pidana dan lain segbagainya.
Tata peribadatan diatas hendaknya diperkenalkan sedini mungkin dan sedikitnya dibiasakan dalam diri anak. Hal ini dilakukan agar kelak mereka tumbuh menjadi insan yang benar-benar taqwa, yakni insan yang taat melaksanakan segala perintah agama dan taat pula dalam menjauhi segala larangannya. Ibadah sebagai realisasi dari akidah Islamiah harus tetap terpancar dan teramalkan dengan baik oleh setiap anak (Mansur,2011:116).
Bentuk  pengamalan ibadah yang diajarkan untuk anak-anak misalnya ditandai dengan hafal bacaan-bacaan shalat, gerakan-gerakan shalat yang benar, kemudian juga tertanam dalam jiwa anak sikap menghargai dan menikmati bahwasannya shalat merupakan kebutuhan rohani bukan semata-mata hanya menggugurkan kewajiban saja melainkan juga termasuk dari kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim.
c.       Nilai Akhlak
Secara etimologis (lughatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (Yunahar Ilyas, 2000: 1).
Menurut Al-Ghazali, akhlak adalah keadaan jiwa yang mantap dan bisa melahirkan tindakan yang mudah, tanpa membutuhkan pemikiran dan perenungan (Hasan Asari, 1999: 86). Ibn Maskawih juga sependapat dengan Al-Ghazali bahwasannya akhlak atau moral merupakan suatu sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan (Hasyimah Nasution, 1999: 61). Sedangkan menurut Hamzah Yaqub (1991: 11) dalam bukunya mengungkapkan bahwa, akhlak adalah perangai, tabiat, budi pekerti atau tingkah laku manusia yang sudah merupakan suatu kebiasaan sehingga tidak memerlukan lagi pemikiran untuk menyatakannya. Ditinjau dari segi rangkaian pemikiran, istilah akhlak mencakup dua segi kehidupan manusia yakni segi vertikal dan segi horizontal.
            Dari beberapa pendapat mengenai akhlak di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya akhlak merupakan sesuatu perbuatan yang spontan atau refleks, tanpa pemikiran dan juga pertimbangan serta dorongan dari luar,yang bertujuan untuk  beribadah baik hubungannya dengan Allah ataupun hubungannya dengan manusia.
B.     Metode penanaman nilai-nilai agama Islam
1). Pengertian metode penanaman
Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu (Binti Maemunah, 2009: 56). Metode berarti suatu cara kerja sistematik dan umum (Zakiah Daradjat dkk, 2011:1).
Metode dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (DEPDIKNAS , 2007: 740). Dalam dunia pendidikan, metode menempati kedudukan terpenting setelah tujuan dari sederetan komponen-komponen pembelajaran. Tanpa adanya metode suatu materi pendidikan kurang berjalan secara sempurna.  Demikian urgennya metode dalam proses pendidikan dan pengajaran, sehingga bisa dikatakan tidak berhasil proses belajar mengajar jika tidak menggunakan metode.
Penanaman diartikan sebagai cara/proses atau suatu kegiatan atau perbuatan menanamkan sesuatu pada tempat yang semestinya (dalam hal ini mengenai niai-nilai agama Islam yang berupa nilai keimanan, nilai ibadah dan nilai akhlak pada diri seseorang agar terbentuk pribadi muslim yang Islami) (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1998: 890).
Dari definisi diatas dapat diambil pengertian bahwa metode penanaman adalah suatu cara kerja yang terencana, sistematis agar memudahkan dalam suatu penyampaian suatu materi guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam.
2). Macam-macam metode penanaman nilai-nilai agama Islam
Untuk mencapai tujuan dari penanaman nilai-nilai agama Islam yang telah ditentukan, seorang guru dituntut agar cermat memilih dan menetapkan metode apa yang tepat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran pada peserta didik(Armai Arief,2002:109).
Oleh karenanya, pendidik harus mempunyai kekreatifan dalam mendidik peserta didik agar nantinya dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam, mereka tidak merasa kesulitan dan nilai-nilai agama Islam dapat tertanam baik dalam benak peserta didik.
Metode penanaman nilai-nilai agama Islam merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi keagamaan kepada peserta didik agar nilai-nilai agama Islam melekat dan mendasari setiap perilakunya.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses pendidikan diantaranya yaitu:
a)      Menurut Abdullah Nashih Ulwan
Metode yang dapat digunakan dalam proses pendidikan ada lima yaitu  :
1). Metode Keteladanan
2). Metode Pembiasaan
3). Metode Nasehat
4). Metode Perhatian/pengawasan
5). Metode Hukuman (2007: 141).

b)      Menurut Ahmad Tafsir
1). Memberikan contoh
2). Membiasakan tentunya dengan hal yang baik
3). Menegakkan disipin
4). Memberikan motivasi atau dorongan
5). Memberikan hadiah terutama psikologis
6). Menghukum
7). Menciptakan suasana yang berpengaruh bagi pertumbuhan positif (2008: 64).

c)      Menurut Muhamad Rosyid Dimas
1). Keteladanan
2). Memotivasi kebajikan dan wanti-wanti keburukan
3). Nasehat
4). Latih,latih dan latih
5). Mendidik dengan kasus  (2008: 141-142).
d)     Menurut Abdurrahman An-Nahlawi yang dikutip oleh Khoiron Rosyadi yaitu :
1). Metode Hiwar(percakapan) qur’ani dan nabawi
2). Mendidik dengan kisah-kisah qur’ani dan nabawi
3). Metode amtsal (perumpamaan) qur’ani dan nabawi
4). Mendidik dengan keteladanan                 
5). Membiasakan diri dan pengalaman
6). Mendidik dengan mengambil ibrah/pelajaran
7). Mau’izhah/peringatan                                            
8). Mendidik dengan targhib/membuat senang atau takut (Khoiron Rosyadi, 2009: 226)
e)      Menurut Obit Sabiti Hidayat dalam bukunya yang berjudul “metode pengembangan moral dan nilai-nilai agama”, metode yang digunakan antara lain :
1). Metode bermain peran
2). Karya wisata
3). Bercakap-cakap
4). Demonstrasi
5). Pendekatan Proyek
6). Bercerita
7). Pemberian tugas                                                    
8). Keteladanan
9). Bernyanyi (2011:11.7)

Dari pemaparan  beberapa metode diatas, metode yang digunakan sangat banyak, namun hanya beberapa saja yang dibahas dalam skripsi ini yaitu:
a.       Metode Keteladanan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Keteladanan”dasar katanya teladan yaitu perbuatan atau barang yang dapat ditiru dan dicontoh (Armai Arief,2002:117).
Keteladanan dalam pendidikan adalah cara yang paling efektif dan berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental dan sosialnya. Hal ini dikarenakan pendidik adalah panutan atau idola dalam pandangan anak dan contoh yang baik di mata mereka. Anak akan meniru baik akhlaknya,perkataannya, perbuatannya dan  akan senantiasa tertanam dalam diri anak. Oleh karena itu metode keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik dan buruknya kepribadian anak (Abdullah Nashih Ulwan, 2012: 516).
Dalam mendidik anak tanpa adanya keteladanan, pendidikan apapun tidak berguna bagi anak dan nasihat apapun tidak berpengaruh untuknya. Mudah bagi pendidik untuk memberikan satu pelajaran kepada anak, namun sangat sulit bagi anak untuk mengikutinya ketika ia melihat orang yang memberikan pelajaran tersebut tidak mempraktikkan apa yang diajarkan.
Memberikan keteladanan (contoh) merupakan salah satu cara terpenting dalam mendidik anak. Apabila anak telah kehilangan suri tauladannya, maka anak akan merasa kehilangan segala sesuatunya. Memberikan teladan yang baik merupakan metode yang paling membekas pada anak didik. Sehingga diharapkan dengan  metode ini anak akan memilki akhlak yang mulia, misalkan saja bersikap ramah dan sopan tehadap orang tua ataupun yang lebih tua darinya, berbuat baik kepada temannya, jujur dan juga mau minta maaf bila berbuat salah.
b.      Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk mebiasakan anak didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.
Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relative menetap melalui proses pembelajaran yang berilang-ulang (Wening Wulandaru, 2012: 1).
Pembiasaan sangat efektif untuk diterapkan pada masa usia dini, karena memiliki rekaman atau ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang sehingga mereka mudah  terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari (Armai Arief, 2002:110).
Pembiasaan ini dilakukan dengan jalan memberikan penjelasan-penjelasan seperlunya makna gerakan-gerakan, perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan dengan memperhatikan taraf kematangan anak. Di dalam pembelajaran anak usia dini di taman kanak-kanakperanan pembiasaan sangat dibutuhkan. Apalagi dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak, hendaknya semakin banyak diberikan latihan-latihan pembiasaan nilai keagamaan karena anak di usia ini masih suka meniru kegitan-kegiatan yang dilakukan orang yang disekelilingnya baik perbuatan berupa kegiatan ibadah yang dilakukan oleh orang disekitarnya. Diharapkan dengan metode pembiasaan, maka anak akan berproses secara langsung dengan lingkungan dan pendidikan yang diajarkan.
 Oleh karena itu sebagai awal pendidikan metode pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam ke dalam jiwa anak.
d.      Metode nasehat
Merupakan metode yang efektif dalam membentuk keimanan anak, akhlak, mental dan sosialnya, hal ini dikarenakan nasihat memiliki pengaruh yang besar untuk membuat anak mengerti tentang hakikat sesuatu dan memberinya kesadaran tentang prinsip-prinsip Islam (Abdullah Nashih Ulwan, 2012: 558).
Metode pendidikan dengan nasehat adalah memberikan nasehat atau petuah yang baik kepada anak sehingga anak meniru dan melaksanakan apa yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua.
Metode nasehat akan berjalan baik pada seseorang jika seseorang yang menasehati juga melaksanakan apa yang dinasehatkan yaitu dibarengi dengan teladan atau uswah. Bila tersedia teladan yang baik maka nasehat akan berpengaruh terhadap jiwanya dan akan menjadi suatu yang sangat besar manfaatnya dalam pendidikan rohani (Salman Harun, 1993: 334).
Fungsi metode nasehat adalah untuk menunjukkan kebaikan dan keburukan, karena tidak semua orang bias menangkap nilai kebaikan dan keburukan. Untuk itu diperlukan suatu pengarahan. Oleh karena itu, anak memerlukan nasehat, nasehat yang lembut, halus, tetapi berbekas, yang bisa membuat anak menjadi baik dan tetap berakhlak mulia (Muhammad Quthb, 1993: 335).
e.       Metode Perhatian/Pengawasan
Maksud dari pendidikan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan anak dan mengawasinya dalam membentuk akidah, akhlak, mental, social dan juga terus mengecek keadaannya dalam pendidikan fisik dan intelektualnya.
Metode ini merupakan salah satu asas yang kuat dalam membentuk muslim yang hakiki sebagai dasar untuk membangun fondasi Islam yang kokoh.

f.       Metode Hukuman
Metode hukuman merupakan suatu cara yang dapat digunakan oleh guru dalam mendidik anak apabila penggunaan metode-metode yang lain tidak mampu membuat anak berubah menjadi lebih baik.  Dalam menghukum anak, tidak hanya menggunakan pukulan saja, akan tetapi bisa menggunakan sesuatu yang bersifat mendidik.
Adapun metode hukuman yang dapat dipakai dalam menghukum anak adalah:
1). Lemah lembut dan kasih saying
2).menjaga tabi’at yang salah dalam menggunakan hukuman
3). Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap dari yang paling ringan hingga yang paling berat (Abdullah Nashih Ulwan, 2007:303).
Apabila hukuman yang diberikan kepada anak dengan menggunakan cara-cara diatas, niscaya anak-anak tidak akan merasa tersakiti dengan hukuman tersebut.
Jadi metode hukuman adalah metode terakhir yang digunakan dalam mendidik. Begitu mulianya Islam karena mendahulukan nasehat dan teladan barulah hukuman.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »